SISTEM INFORMASI KESEHATAN
A. Pengantar dan Pengertian Sistem
Informasi Kesehatan
Sistem informasi kesehatan: suatu pengelolaan informasi di
seluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka penyelengggaraan
pelayanan kepada masyarakat. Paraturan perundang-undangan yang menyebutkan
sistem informasi kesehatan adalah:
-
Kepmenkes Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan
dan strategi desentralisasi bidang kesehatan, dan
- Kepmenkes Nomor 932/Menkes/ SK/VIII/2002 tentang
petunjuk pelaksanaan pengembangan sistem laporan informasi kesehatan
kabupaten/kota.
Hanya saja dari isi kedua Kepmenkes
mengandung kelemahan dimana keduanya hanya memandang sistem informasi kesehatan
dari sudut pandang menejemen kesehatan, tidak memanfaatkan state of the art
teknologi informasi serta tidak berkaitan dengan sistem informasi nasional.
Teknologi informasi dan komunikasi
juga belum dijabarkan secara detail sehingga data yang disajikan tidak tepat
dan tidak tepat waktu.
Perkembangan Sistem Informasi Rumah Sakit yang berbasis
komputer
(Computer Based Hospital Information System) di Indonesia telah dimulai
pada akhir dekade 80’an. Salah satu rumah sakit yang pada
waktu itu telah memanfaatkan komputer untuk mendukung operasionalnya adalah
Rumah Sakit Husada.
Departemen Kesehatan dengan proyek bantuan dari luar
negeri, juga berusaha mengembangkan Sistem Informasi Rumah Sakit pada beberapa
rumah sakit pemerintah dengan dibantu oleh tenaga ahli dari UGM. Namun, tampaknya komputerisasi dalam bidang per-rumah
sakit-an ini, kurang mendapatkan hasil yang cukup memuaskan semua pihak.
Ketidakberhasilan dalam pengembangan
sistem informasi tersebut, lebih
disebabkan dalam segi perencanaan
yang kurang baik, dimana identifikasi
faktor-faktor penentu keberhasilan (critical success
factors) dalam
implementasi sistem informasi
tersebut kurang lengkap dan menyeluruh.
Perkembangan dan perubahan yang
cepat dalam segala hal juga terjadi di
dunia pelayanan kesehatan. Hal ini
semata-mata karena sektor pelayanan
kesehatan merupakan bagian dari
sistem yang lebih luas dalam masyarakat dan pemerintahan dalam suatu negara,
bahkan lebih jauh lagi sistem yang
lebih global.
Perubahan-perubahan di negara lain
dalam berbagai sektor mempunyai dampak terhadap sistem pelayanan kesehatan.
Dalam era seperti saat ini, begitu
banyak sektor kehidupan yang tidak terlepas dari peran serta dan penggunaan
teknologi komputer, terkhusus pada bidang-bidang dan lingkup pekerjaan. Semakin hari, kemajuan teknologi
komputer, baik dibidang piranti
lunak maupun perangkat keras berkembang
dengan sangat pesat, disisi lain
juga berkembang kearah yang sangat mudah
dari segi pengaplikasian dan murah
dalam biaya. Solusi untuk bidang kerja
apapun akan ada cara untuk dapat
dilakukan melalui media komputer, dengan catatan bahwa pengguna juga harus
terus belajar untuk mengiringi kemajuan teknologinya. Sehingga pada akhirnya,
solusi apapun teknologi yang kita pakai, sangatlah ditentukan oleh sumber daya
manusia yang menggunakannya.
Rumah Sakit, sebagai salah satu
institusi pelayan kesehatan masyarakat
akan melayani transaksi pasien dalam
kesehariannya. Pemberian layanan dan
tindakan dalam banyak hal akan
mempengarui kondisi dan rasa nyaman bagi
pasien. Semakin cepat akan semakin
baik karena menyangkut nyawa pasien.
Semakin besar jasa layanan suatu
rumah sakit, akan semakin kompleks pula
jenis tindakan dan layanan yang
harus diberikan yang kesemuanya harus tetap dalam satu koordinasi terpadu.
Karena selain memberikan layanan, rumah sakit juga harus mengelola dana untuk
membiayai operasionalnya.
Melihat situasi tersebut, sudah
sangatlah tepat jika rumah sakit menggunakan sisi kemajuan komputer, baik
piranti lunak maupun perangkat kerasnya dalam upanya membantu penanganan
manajemen yang sebelumnya dilakukan secara manual.
Departemen Kesehatan telah
menetapkan visi Indonesia Sehat 2010 yang
ditandai dengan penduduknya yang
hidup sehat dalam lingkungan yang sehat, berperilaku sehat, dan mampu
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu yang disediakan oleh pemerintah
dan/atau masyarakat sendiri, serta
ditandainya adanya peran serta
masyarakat dan berbagai sektor pemerintah
dalam upaya upaya kesehatan.
Dalam upaya mencapai visi dan misi
yang telah ditetapkan tersebut, infrastruktur pelayanan kesehatan telah
dibangun sedemikian rupa mulai dari tingkat nasional, propinsi, kabupaten dan
seterusnya sampai ke pelosok. Setiap unit infrastruktur pelayanan kesehatan
tersebut menjalankan program dan pelayanan kesehatan menuju pencapaian visi dan
misi Depkes tersebut.
Setiap jenjang memiliki sistem
kesehatan yang yang saling terkait mulai dari pelayanan kesehatan dasar di desa
dan kecamatan sampai ke tingkat nasional.
Jaringan sistem pelayanan kesehatan
tersebut memerlukan sistem informasi
yang saling mendukung dan terkait,
sehingga setiap kegiatan dan program
kesehatan yang dilaksanakan dan
dirasakan oleh masyarakat dapat diketahui,
difahami, diantisipasi dan dikelola
dengan sebaik-baiknya.
Departemen Kesehatan telah membangun
sistem informasi kesehatan yang disebut SIKNAS yang melingkupi sistem jaringan
informasi kesehatan mulai dari kabupaten sampai ke pusat. Namun demikian dengan keterbatasan
sumberdaya yang dimiliki, SIKNAS
belum berjalan sebagaimana mestinya.
Dengan demikian sangat dibutuhkan
sekali dibangunnya sistem informasi
kesehatan yang terintegrasi baik di
dalam sektor kesehatan (antar program dan antar jenjang), dan di luar sektor
kesehatan, yaitu dengan sistem jaringan informasi pemerintah daerah dan
jaringan informasi di pusat.
Sistem informasi yang ada saat ini
dapat digambarkan sebagai berikut:
1.
Masing-masing program memiliki sistem informasi sendiri yang belum terintegrasi. Sehingga bila
diperlukan informasi yang menyeluruh diperlukan waktu yang cukup lama.
2.
Terbatasnya perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software)
di berbagai jenjang, padahal kapabilitas untuk itu dirasa memadai.
3.
Terbatasnya kemampuan dan kemauan sumber daya manusia untuk mengelola
dan mengembangkan sistem informasi .
4.
Masih belum membudayanya pengambilan keputusan berdasarkan data/informasi.
5.
Belum adanya sistem pengembangan karir bagi pengelola sistem informasi,
sehingga seringkali timbul keengganan bagi petugas untuk memasuki atau dipromosikan
menjadi pengelola sistem informasi.
B.
Konsep-konsep Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan
Sistem informasi kesehatan harus
dibangun untuk mengatasi kekurangan maupun ketidakkompakan antar badan
kesehatan. Dalam melakukan pengembangan sistem informasi secara umum, ada
beberapa konsep dasar
yang harus dipahami oleh para
pengembang atau pembuat rancang bangun
sistem informasi (designer).
Konsep-konsep tersebut antara lain:
1. Sistem informasi tidak identik dengan sistem komputerisasi
Pada dasarnya sistem informasi tidak
bergantung kepada penggunaan teknologi komputer. Sistem informasi yang
memanfaatkan teknologi komputer dalam implementasinya disebut sebagai Sistem
Informasi Berbasis Komputer (Computer Based Information System).
Pada pembahasan selanjutnya, yang
dimaksudkan dengan sistem informasi adalah sistem informasi yang berbasis
komputer. Isu penting yang mendorong pemanfaatan teknologi komputer atau
teknologi informasi dalam sistem informasi suatu organisasi adalah :
a.
Pengambilan keputusan yang tidak dilandasi dengan informasi.
b.
Informasi yang tersedia, tidak relevan.
c.
Informasi yang ada, tidak dimanfaatkan oleh manajemen.
d.
Informasi yang ada, tidak tepat waktu.
e.
Terlalu banyak informasi.
f.
Informasi yang tersedia, tidak akurat.
g.
Adanya duplikasi data (data redundancy).
h.
Adanya data yang cara pemanfaatannya tidak fleksibel.
2. Sistem informasi organisasi adalah suatu sistem yang
dinamis.
Dinamika sistem informasi dalam
suatu organisasi sangat ditentukan oleh dinamika perkembangan organisasi
tersebut. Oleh karena itu perlu disadari bahwa pengembangan sistem informasi
tidak pernah berhenti.
3. Sistem informasi sebagai suatu sistem harus mengikuti
siklus hidup sistem
Seperti lahir, berkembang, mantap
dan akhirnya mati atau berubah menjadi sistem yang baru. Oleh karena itu,
sistem informasi memiliki umur layak guna. Panjang pendeknya umur layak guna
sistem informasi tersebut ditentukan diantaranya oleh:
a.
Perkembangan organisasi tersebut
Makin cepat organisasi tersebut
berkembang, maka kebutuhan informasi juga akan berkembang sedemikian rupa
sehingga sistem informasi yang sekarang digunakan sudah tidak bisa lagi
memenuhi kebutuhan organisasi tersebut.
b.
Perkembangan teknologi informasi
Perkembangan teknologi informasi
yang cepat menyebabkan perangkat keras maupun perangkat lunak yang digunakan
untuk mendukung beroperasinya sistem informasi tidak bisa berfungsi secara efisien
dan efektif. Hal ini disebabkan:
1)
Perangkat keras yang digunakan sudah tidak di produksi lagi,karena
teknologinya ketinggalan jaman (outdated) sehingga layanan pemeliharaan
perangkat keras tidak dapat lagi
dilakukan oleh perusahaan pemasok perangkat keras.
2)
Perusahaan pembuat perangkat lunak yang sedang digunakan, sudah
mengeluarkan versi terbaru. Versi terbaru itu umumnya mempunyai feature yang
lebih banyak, melakukan optimasi proses
dari versi sebelumnya dan memanfaatkan feature
baru dari perangkat keras yang juga telah berkembang.
Meskipun pada umumnya, perusahaan
pengembang perangkat keras maupun perangkat lunak tersebut, mecoba menjaga kompatibilitas
dengan versi terdahulu, namun kalau dilihat dari sisi efektivitasnya, maka pemanfaatan
infrastruktur tersebut tidak efektif.
Hal ini disebabkan karena
feature-feature yang baru tidak
termanfaatkan dengan baik. Mengingat perkembangan teknologi informasi yang
berlangsung dengan cepat, maka para pengguna harus sigap dalam memanfaatkan dan
menggunakan teknologi tersebut.
Konsekuensi dari pemanfaatan
teknologi informasi tersebut adalah:
1)
Dalam melakukan antisipasi perkembangan teknologi, harus tepat.
2)
Harus selalu siap untuk melakukan pembaharuan perangkat keras maupun
perangkat lunak pendukungnya, apabila diperlukan.
3)
Harus siap untuk melakukan migrasi ke sistem yang baru.
Arah perkembangan teknologi
informasi dalam kurun waktu 3-5 tahun mendatang adalah sebagai berikut:
1)
Perkembangan perangkat keras dan komunikasi. Kecenderungan perkembangan
perangkat keras:
a)
Peningkatan kecepatan.
b)
Peningkatan kemampuan.
c)
Penurunan harga.
d)
Turn over alat yang semakin cepat.
Perkembangan perangkat komunikasi
menyebabkan perubahan desain sistem perangkat keras yang digunakan, dari sistem
dengan pola tersentralisasi menjadi sistem dengan pola terdistribusi. Pada pola
terdistrubusi, kemampuan pengolahan data (computing power) di pecah
menjadi dua, satu diletakkan pada komputer induk yang berfungsi sebagai pelayan
(server) dan yang satu lagi diletakkan di komputer pengguna (client),
desain ini disebut sebagai client-server achitecture.
2)
Kecenderungan perkembangan perangkat lunak, terutama perangkat lunak
basis data (database), juga mengikuti perkembangan desain sistem perangkat
keras tersebut diatas. Pada
server diletakkan perangkat lunak
back-end dan pada client diletakkan
perangkat lunak front-end. Perangkat lunak backend adalah perangkat lunak
pengelola sistem basis data (database
management system/DBMS),
sedangkan perangkat lunak front-end adalah perangkat lunak yang dikembangkan
dengan pemrograman visual berdasarkan 4GL dari DBMS tersebut atau dengan
perangkat lunak antarmuka (interface) untuk berbagai DBMS seperti ODBC (open
database connectivity).
c.
Perkembangan tingkat kemampuan
pengguna (user) sistem informasi.
Sistem informasi yang baik, akan dikembangkan berdasarkan
tingkat kemampuan dari para pemakai, baik dari sisi :
1) Tingkat pemahaman mengenai teknologi
informasi,
2)
Kemampuan belajar dari para pemakai, dan
3)
Kemampuan beradaptasi terhadap perubahan sistem.
Dari sisi pemakai, dikenal istilah
end-usercomputing (EUC). EUC adalah pemakai yang melakukan pengembangan sistem
untuk keperluan dirinya sendiri. Mengingat bervariasinya kemampuan EUC dan
sulitnya melakukan pemantauan serta pengendalian terhadap EUC, maka EUC akan
menyebabkan masalah yang serius dalam pengembangan maupun dalam pemeliharaan
sistem informasi. Ancaman yang
paling serius adalah adanya disintegrasi sistem menjadi sistem yang
terfragmentasi.
4. Daya guna sistem informasi sangat ditentukan oleh
tingkat integritas sistem informasi itu sendiri.
Sistem informasi yang terpadu
(integrated) mempunyai daya guna yang tinggi, jika dibandingkan dengan sistem
informasi yang terfragmentasi. Usaha untuk melakukan integrasi sistem yang ada
didalam suatu organisasi menjadi satu sistem yang utuh merupakan usaha yang berat
dengan biaya yang cukup besar dan harus dilakukan secara berkesinambungan.
Sinkronisasi antar sistem yang ada dalam sistem informasi itu, merupakan
prasyarat yang mutlak untuk dapat mendapatkan sistem informasi yang terpadu.
Sistem informasi, pada dasarnya
terdiri dari minimal 2 aspek yang harus berjalan secara selaras, yaitu aspek
manual dan aspek yang terotomatisasi
(aspek komputer). Pengembangan sistem informasi yang berhasil apabila dilakukan
dengan mengembangkan kedua aspek tersebut.
Sering kali pengembang sistem
informasi hanya memfokuskan diri pada pengembangan aspek komputernya saja,
tanpa memperhatikan aspek manualnya. Hal ini di akibatkan adanya asumsi bahwa
aspek manual lebih mudah diatasi dari pada aspek komputernya. Padahal salah
satu faktor penentu keberhasilan pengembangan sistem informasi adalah dukungan perilaku
dari para pengguna sistem informasi tersebut, dimana para pengguna sangat
terkait dengan sistem dan prosedur dari sistem informasi
pada aspek manualnya.
5. Keberhasilan pengembangan sistem informasi sangat
bergantung pada strategi yang dipilih untuk pengembangan sistem tersebut.
Strategi yang dipilih untuk melakukan
pengembangan sistem sangat bergantung kepada besar kecilnya cakupan dan tingkat
kompleksitas dari sistem informasi tersebut. Untuk sistem informasi yang
cakupannya luas dan tingkat kompleksitas yang tinggi diperlukan tahapan
pengembangan seperti: Penyusunan Rencana Induk Pengembangan, Pembuatan Rancangan
Global, Pembuatan Rancangan Rinci, Implementasi dan Operasionalisasi.
Dalam pemilihan strategi harus
dipertimbangkan berbagai faktor seperti : keadaan yang sekarang dihadapi,
keadaan pada waktu sistem informasi siap dioperasionalkan dan keadaan dimasa
mendatang, termasuk antisipasi perkembangan organisasi dan perkembangan
teknologi.
Ketidaktepatan dalam melakukan
prediksi keadaan dimasa mendatang, merupakan salah satu penyebab kegagalam
implementasi dan operasionalisasi sistem informasi.
6.
Pengembangan Sistem Informasi organisasi harus menggunakan
pendekatan fungsi dan dilakukan
secara menyeluruh (holistik).
Pada banyak kasus, pengembangan
sistem informasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan struktur organisasi
dan pada umumnya mereka mengalami kegagalan, karena struktur organisasi sering
kali kurang mencerminkan semua fungsi yang ada didalam organisasi. Sebagai
pengembang sistem informasi hanya bertanggung jawab dalam mengintegrasikan fungsi-fungsi
dan sistem yang ada didalam organisasi tersebut menjadi satu sistem informasi
yang terpadu.
Pemetaan fungsi-fungsi dan sistem ke
dalam unit-unit struktural yang ada di dalam organisasi tersebut adalah
wewenang dan tanggungjawab dari pimpinan
organisasi tersebut. Penyusunan rancang bangun/desain sistem informasi
seharusnya dilakukan secara menyeluruh sedangkan dalam pembuatan aplikasi bisa
dilakukan secara sektoral atau segmental menurut
prioritas dan ketersediaan dana.
Pengembangan sistem yang dilakukan segmental atau sektoral tanpa adanya desain
sistem informasi yang menyeluruh akan menyebabkan kesulitan dalam melakukan
intergrasi sistem.
7. Informasi telah menjadi aset organisasi.
Dalam konsep manajemen modern, informasi
telah menjadi salah satu aset dari suatu organisasi, selain uang, SDM, sarana
dan prasarana. Penguasaan informasi internal dan
eksternal organisasi merupakan salah
satu keunggulan kompetitif (competitive advantage), karena keberadaan informasi
tersebut:
a.
Menentukan kelancaran dan kualitas proses kerja,
b.
Menjadi ukuran kinerja organisasi/perusahaan,
c.
Menjadi acuan yang pada akhirnya menentukan kedudukan/peringkat organisasi tersebut dalam persaingan lokal maupun
global.
8. Penjabaran sistem sampai ke aplikasi menggunakan
struktur hirarkis yang mudah dipahami.
Dalam semua kepustakaan yang
membahasa konsep sistem, hanya dikenal istilah sistem dan subsistem. Hal ini
akan menimbulkan kesulitan dalam melakukan penjabaran sistem informasi yang
cukup luas cakupannya. Oleh karena itu, dalam penjabaran sering digunakan
istilah sebagai berikut:
a. Sistem
b. Subsistem
c. Modul
d. Submodul
e. Aplikasi
Masing-masing subsistem dapat
terdiri atas beberapa modul, masing-masing modul dapat terdiri dari beberapa submodul dan
masing-masing submodul dapat terdiri dari beberapa aplikasi sesuai dengan
kebutuhan.
Struktur hirarki seperti ini
sangat memudahkan dari segi pemahaman maupun penamaan. Pada beberapa kondisi
tidak perlukan penjabaran sampai 5 tingkat, misalnya sebuah modul tidak perlu
lagi dijabarkan dalam sub-sub modul, karena jabaran berikutnya sudah sampai
tingkatan aplikasi.
C.
Aplikasi
Sistem Informasi Kesehatan pada Sistem Informasi Rumah Sakit
Sistem informasi rumah sakit tidak
dapat lepas kaitannya dengan sistem informasi kesehatan karena sistem ini
merupakan aplikasi dari sistem informasi kesehatan itu sendiri. Untuk itu,
perlu kita mengetahui sedikit tentang sistem informasi rumah sakit yang ada di
Indonesia, mulai dari rancang bangun (desain) sistem informasi rumah sakit
hingga pengembangannya.
1.
Rancang Bangun (desain) Sistem Informasi Rumah Sakit
Rancang Bangun Rumah Sakit (SIRS),
sangat bergantung kepada jenis dari rumah sakit tersebut. Rumah sakit di Indonesia,
berdasarkan kepemilikannya dibagi menjadi 2, sebagai berikut:
a.
Rumah Sakit Pemerintah, yang dikelola oleh:
1)
Departemen Kesehatan,
2)
Departemen Dalam Negeri,
3)
TNI,
4)
BUMN.
Sifat rumah sakit ini adalah tidak
mencari keuntungan (non profit)
b.
Rumah Sakit Swasta, yang dimiliki dan dikelola oleh sebuah yayasan, baik
yang sifatnya tidak mencari keuntungan (non profit) maupun yang memang mencari
keuntungan (profit) .
Berdasarkan sifat layanannya rumah
sakit dibagi 2, sebagai berikut:
a.
Rumah Sakit Umum
Untuk Rumah Sakit Pemerintah, Rumah
Sakit Umum digolongkan menjadi 4 tingkatan, sebagai berikut:
1)
Rumah Sakit Umum tipe A, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis
spesialistik dan subspesialistik yang luas.
2)
Rumah Sakit Umum tipe B, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis
spesialistik dan subspesialistik yang terbatas.
3)
Rumah Sakit Umum tipe C, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis
spesialistik yang terbatas, seperti penyakit dalam, bedah, kebidanan dan
anak.
4)
Rumah Sakit Umum tipe D, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis
dasar.
Untuk Rumah Sakit Swasta, Rumah
Sakit Umum digolongkan menjadi 3 tingkatan sebagai berikut:
1)
Rumah Sakit Umum Pratama, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis
umum,
2)
Rumah Sakit Umum Madya, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis
spesialistik,
3)
Rumah Sakit Umum Utama, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis spesialistik dan
subspesialisitik.
b. Rumah Sakit Khusus
Rumah sakit khusus ini banyak
sekali ragamnya, rumah sakit ini melakukan penanganan untuk satu atau beberapa
penyakit tertentu dan layanan medis subspesialistik tertentu. Yang masuk dalam
kelompok ini diantaranya: Rumah Sakit Karantina, Rumah Sakit Bersalin, dsb.
Dari Keputusan Menteri Kesehatan
No. 983 tahun 1992, dapat diketahui bahwa organsasi rumah sakit secara umum
adalah organisasi matriks. Semua staf yang ada, dibagi ke dalam divisi-divisi
yang ada dalam struktur organisasi rumah sakit tersebut, sedangkan setiap
tenaga medis tersebut juga dikelompokkan ke dalam kelompok fungsional menurut
profesinya masing-masing dan setiap kelompok fungsional dipimpin oleh seorang
ketua kelompok.
Organisasi matriks adalah
organisasi yang paling dinamis dan paling baik, jika dibandingkan dengan tipe
organisasi lainnya, namun harus disadari sepenuhnya bahwa setiap staf dalam
organisasi tersebut mempunyai 2 pimpinan sekaligus yang memberikan perintah dan
pengarahan kepada yang bersangkutan, yaitu pimpinan divisi dan pimpinan
kelompok. Oleh karena itu, setiap staf pada organisasi matriks harus mampu
bekerjasama lintas divisi, mampu berkomunikasi dengan baik dengan ke 2
pimpinannya dan mampu membagi pekerjaannya berdasarkan prioritas. Organisasi
matriks memang sangat memerlukan dukungan teknologi infomasi/komputer dalam
melaksanakan fungsi dan tugasnya. Namun agar teknologi informasi dapat
memberikan dukungan yang maksimal, maka panataan pola kerja organisasi tersebut
merupakan prasyarat utama.
Untuk menyusun SIRS digunakan 4
pertanyaan sederhana sebagai berikut:
a.
Apa fungsi/tugas utama dari rumah sakit ? Jawaban pada umumnya adalah layanan kesehatan
b.
Apa objek/sasaran dari fungsi/tugas utama rumah sakit ? Jawaban pada
umumnya adalah pasien/penderita
c.
Dukungan operasional apa saja yang diperlukan oleh rumah sakit ? Jawaban
pada umumnya adalah tenaga kerja, keuangan dan sarana/prasaran
d.
Sistem apa yang dibutuhkan untuk mengelola rumah sakit tersebut ?
Jawaban pada umumnya adalah
manajemen rumah sakit.
Berdasarkan
jawaban tersebut, maka SIRS terdiri dari:
a.
Subsistem Layanan Kesehatan, yang mengelola kegiatan layanan kesehatan.
b.
Subsistem Rekam Medis, yang mengelola data pasien.
c.
Subsistem Personalia, yang mengelola data maupun aktivitas tenaga medis
maupun tenaga administratif rumah sakit.
d.
Subsistem Keuangan, yang mengelola data-data dan transaksi keuangan.
e.
Subsistem Sarana/Prasarana, yang mengelola sarana dan prasarana yang ada
di dalam rumah sakit tersebut, termasuk peralatan medis, persediaan obat-obatan
dan bahan habis pakai lainnya.
f.
Subsistem Manajemen Rumah Sakit, yang mengelola aktivitas yang ada
didalam rumah sakit tersebut, termasuk pengelolaan data untuk perencaan jangka
panjang, jangka pendek, pengambilan keputusan dan untuk layanan pihak luar.
Ke 6 subsistem tersebut diatas
kemudian harus dijabarkan lagi ke dalam modul-modul yang sifatnya lebih
spesifik. Subsistem Layanan Kesehatan dapat dijabarkan lebih lanjut
menjadi:
a.
Modul Rawat Jalan, yang mengelola data-data dan aktivitas layanan medis
rawat jalan.
b.
Modul Rawat Inap, yang mengelola data-data dan aktivitas layanan medis
rawat inap.
c.
Modul Layanan Penunjang Medis, termasuk didalamnya tindakan medis, pemeriksaan
laboratorium, dsb.
2.
Pengembangan Sistem Informasi Rumah Sakit
Dalam melakukan pengembangan SIRS,
pengembang haruslah bertumpu dalam 2 hal penting yaitu “kriteria dan kebijakan
pengembangan SIRS” dan “sasaran pengembangan SIRS” tersebut. Adapun kriteria
dan kebijakan yang umumnya dipergunakan dalam penyusunan spesifikasi SIRS
adalah sebagai berikut:
a.
SIRS harus dapat berperan sebagai subsistem dari Sistem Kesehatan
Nasional dalam memberikan informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu.
b.
SIRS harus mampu mengaitkan dan mengintegrasikan seluruh arus informasi
dalam jajaran Rumah Sakit dalam suatu sistem yang terpadu.
c.
SIRS dapat menunjang proses pengambilan keputusan dalam proses perencanaan
maupun pengambilan keputusan operasional pada berbagai tingkatan.
d.
SIRS yang dikembangkan harus dapat meningkatkan daya-guna dan hasil-guna
terhadap usaha-usaha pengembangan sistem informasi rumah sakit yang telah ada
maupun yang sedang dikembangkan.
e.
SIRS yang dikembangkan harus mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap
perubahan dan perkembangan dimasa datang.
f.
Usaha pengembangan sistem informasi yang menyeluruh dan terpadu dengan
biaya investasi yang tidak sedikit harus diimbangi pula dengan hasil dan
manfaat yang berarti (rate of return) dalam waktu yang relatif singkat.
g.
SIRS yang dikembangkan harus mampu mengatasi kerugian sedini mungkin.
h.
Pentahapan pengembangan SIRS harus disesuaikan dengan keadaan masing-masing
subsistem serta sesuai dengan kriteria dan prioritas.
i.
SIRS yang dikembangkan harus mudah dipergunakan oleh petugas, bahkan
bagi petugas yang awam sekalipun terhadap teknologi komputer (user
friendly).
j.
SIRS yang dikembangkan sedapat mungkin menekan seminimal mungkin
perubahan, karena keterbatasan kemampuan pengguna SIRS di Indonesia, untuk
melakukan adaptasi dengan sistem yang baru.
k.
Pengembangan diarahkan pada subsistem yang mempunyai dampak yang kuat
terhadap pengembangan SIRS.
Atas dasar dari penetapan kriteria
dan kebijakan pengembangan SIRS tersebut di atas, selanjutnya ditetapkan
sasaran pengembangan sebagai penjabaran dari Sasaran Jangka Pendek Pengembangan
SIRS, sebagai berikut:
a.
Memiliki aspek pengawasan terpadu, baik yang bersifat pemeriksaan atau
pengawasan (auditable) maupun dalam hal pertanggungjawaban penggunaan dana (accountable) oleh unit-unit
yang ada di lingkungan rumah sakit.
b.
Terbentuknya sistem pelaporan yang sederhana dan mudah dilaksanakan,
akan tetapi cukup lengkap dan terpadu.
c.
Terbentuknya suatu sistem informasi yang dapat memberikan dukungan akan
informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu melalui dukungan data yang
bersifat dinamis.
d.
Meningkatkan daya-guna dan
hasil-guna seluruh unit organisasi dengan menekan pemborosan.
e.
Terjaminnya konsistensi data.
f.
Orientasi ke masa depan.
g.
Pendayagunaan terhadap usaha-usaha pengembangan sistem informasi
yang telah ada maupun sedang
dikembangkan, agar dapat terus dikembangkan dengan mempertimbangkan
integrasinya sesuai Rancangan Global SIRS.
SIRS merupakan suatu sistem
informasi yang, cakupannya luas (terutama untuk rumah sakit tipe A dan B) dan
mempunyai kompleksitas yang cukup tinggi. Oleh karena itu penerapan sistem yang
dirancang harus dilakukan dengan memilih pentahapan yang sesuai dengan kondisi
masing-masing subsistem, atas dasar kriteria dan prioritas yang ditentukan.
Kesinambungan antara tahapan yang
satu dengan tahapan berikutnya harus
tetap terjaga. Secara garis besar
tahapan pengembangan SIRS adalah sebagai berikut:
a.
Penyusunan Rencana Induk Pengembangan SIRS,
b.
Penyusunan Rancangan Global SIRS,
c.
Penyusunan Rancangan Detail/Rinci SIRS,
d.
Pembuatan Prototipe, terutama untuk aplikasi yang sangat spesifik,
e.
Implementasi, dalam arti pembuatan aplikasi, pemilihan dan pengadaan
perangkat keras maupun perangkat lunak pendukung.
f.
Operasionalisasi dan Pemantapan.
Sistem Informasi Rumah Sakit yang berbasis
komputer (Computer Based
Hospital Information System) memang
sangat diperlukan untuk sebuah rumah sakit dalam era globalisasi, namun untuk
membangun sistem informasi yang terpadu memerlukan tenaga dan biaya yang cukup
besar. Kebutuhan akan tenaga dan biaya yang besar tidak hanya dalam
pengembangannya, namun juga dalam pemeliharaan SIRS maupun dalam melakukan
migrasi dari sistem yang lama pada sistem yang baru. Selama manajemen rumah
sakit belum menganggap bahwa informasi adalah merupakan aset dari rumah sakit
tersebut, maka kebutuhan biaya dan tenaga tersebut diatas dirasakan sebagai
beban yang berat, bukan sebagai konsekuensi dari adanya kebutuhan akan
informasi. Kalau informasi telah menjadi aset rumah sakit, maka beban biaya
untuk pengembangan, pemeliharaan maupun migrasi SIRS sudah selayaknya masuk
dalam kalkulasi biaya layanan kesehatan yang dapat diberikan oleh rumah sakit
itu.
Perlu disadari sepenuhnya, bahwa
penggunaan teknologi informasi dapat
menyebabkan ketergantungan, dalam
arti sekali mengimplementasikan dan
mengoperasionalkan SIRS, maka rumah
sakit tersebut selamanya terpaksa
harus menggunakan teknologi
informasi. Hal ini disebabkan karena perubahan dari sistem yang terotomasi
menjadi sistem manual merupakan kejadian yang sangat tidak menguntungkan bagi
rumah sakit tersebut.
Perangkat lunak SIRS siap pakai yang
tersedia di pasaran pada saat ini sebagian besar adalah perangkat lunak SIRS
yang hanya mengelola sebagian
sistem atau beberapa subsistem
dari SIRS. Untuk dapat memilih perangkat
lunak SIRS siap pakai dan
perangkat keras yang akan digunakan, maka rumah sakit tersebut harus sudah
memiliki rancang bangun (desain) SIRS yang sesuai dengan kondisi dan situasi
rumah
D.
Tujuan
Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan
Melalui hasil pengembangan sistem
informasi diatas, maka diharapkan dapat menghasilkan hal-hal sebagai berikut:
1.
Perangkat lunak tersebut dikembangkan sesuai dengan sesuai dengan
standar yang ditentukan oleh pemerintah daerah.
2.
Dengan menggunakan open system tersebut diharapkan jaringan akan
bersifat interoperable dengan jaringan lain.
3.
Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mensosialisasikan dan
mendorong pengembangan dan penggunaan Local Area Network di dalam kluster unit
pelayanan kesehatan baik pemerintah dan swasta sebagai komponen sistem di masa
depan.
4.
Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mengembangkan kemampuan
dalam teknologi informasi video, suara, dan data nirkabel universal di dalam
Wide Area Network yang efektif, homogen dan efisien sebagai bagian dari
jaringan sistem informasi pemerintah daerah.
5.
Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan merencanakan,
mengembangkan dan memelihara pusat penyimpanan data dan informasi yang
menyimpan direktori materi teknologi informasi yang komprehensif.
6.
Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan secara proaktif
mencari, menanalisis, memahami, menyebarluaskan dan mempertukarkan secara elektronis
data/informasi bagi seluruh stakeholders
7. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini
akan memanfaatkan website dan access point lain agar data kesehatan dan
kedokteran dapat dimanfaatkan secara luas dan bertanggung jawab dan dalam
rangka memperbaiki pelayanan kesehatan sehingga kepuasan pengguna dapat dicapai
sebaik-baiknya
8. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini
akan merencanakan pengembangan manajemen SDM sistem informasi mulai dari
rekrutmen, penempatan, pendidikan dan pelatihan, penilaian pekerjaan,
penggajian dan pengembangan karir.
9.
Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mengembangkan unit organisasi
pengembangan dan pencarian dana bersumber masyarakat yang berkaitan dengan
pemanfaatan dan penggunaan data/informasi kesehatan dan kedokteran.
10. Dapat digunakan untuk mengubah
tujuan, kegiatan, produk, pelayanan organisasi, untuk mendukung agar organisasi
dapat meraih keunggulan kompetitif.
11. Mengarah pada peluang-peluang
strategis yang dapat ditemukan.
E.
Ruang
Lingkup Sistem Informasi Kesehatan
Ruang lingkup Aplikasi Sistem
Informasi Kesehatan, mencakup pengelolaan informasi dalam lingkup manajemen
pasien (front office management). Lingkup ini antara lain sebagai berikut:
1.
Registrasi Pasien, yang mencatat data/status pasien untuk memudahkan
pengidentifikasian maupun pembuatan statistik dari pasien masuk sampai keluar.
Modul ini meliputi pendaftaran pasien baru/lama, pendaftaran rawat inap/jalan,
dan info kamar rawat inap.
2.
Rawat Jalan/Poliklinik yang tersedia di rumah sakit, seperti: penyakit
dalam, bedah, anak, obstetri dan ginekologi, KB, syaraf, jiwa, THT, mata, gigi
dan mulut, kardiologi, radiologi, bedah orthopedi, paru-paru, umum, UGD, dan
lain-lain sesuai kebutuhan. Modul ini juga mencatat diagnosa dan tindakan
terhadap pasien agar tersimpan di dalam laporan rekam medis pasien.
3.
Rawat Inap. Modul ini mencatat diganosa dan tindakan terhadap pasien,
konsultasi dokter, hubungan dengan
poliklinik/penunjang medis.
4.
Penunjang Medis/Laboratorium,
yang mencatat informasi pemeriksaan seperti: ECG, EEG, USG, ECHO,
TREADMIL, CT Scan, Endoscopy, dan lain-lain.
5.
Penagihan dan Pembayaran, meliputi penagihan dan pembayaran untuk rawat
jalan, rawat inap dan penunjang medis (laboratorium, radiologi, rehab medik),
baik secara langsung maupun melalui jaminan dari pihak ketiga/asuransi/JPKM. Modul
ini juga mencatat transaksi harian pasien (laboratorium, obat, honor dokter),
daftar piutang, manajemen deposit dan lain-lain.
6.
Apotik/Farmasi, yang meliputi pengelolaan informasi inventori dan
transaksi obat-obatan.
Melalui lingkup manajemen pasien
tersebut dapat diperoleh laporan-laporan mengenai:
1.
Pendapatan rawat inap dan jalan secara periodik (harian, bulanan dan
tahunan),
2.
Penerimaan kasir secara periodik,
3.
Tagihan dan kwitansi pembayaran pasien,
4.
Rekam medis pasien,
5.
Data kegiatan rumah sakit dalam triwulan (RL1),
6.
Data morbiditas pasien rawat inap (RL2a),
7.
Data morbiditas pasien rawat jalan (RL2b),
8.
Data morbiditas penyakit khusus pasien rawat inap (RL2a1),
9.
Data morbiditas penyakit khusus pasien rawat jalan (RL2b1),
10. Penerimaan kasir pada bagian
farmasi/apotik,
11. Pembelian kasir pada bagian
farmasi/apotik,
12. Manajemen ketersediaan obat pada
bagian farmasi/apotik,
13. Grafik yang menunjang dalam
pengambilan keputusan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa sistem informasi kesehatan merupakan sebuah sarana sebagai penunjang
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Sistem informasi
kesehatan yang efektif memberikan dukungan informasi bagi proses pengambilan
keputusan di semua jenjang, bahkan di puskesmas atau rumah sakit kecil
sekalipun. Bukan hanya data, namun juga informasi yang lengkap, tepat, akurat,
dan cepat yang dapat disajikan dengan adanya sistem informasi kesehatan yang
tertata dan terlaksana dengan baik.
REFERENSI
•
Bahan kuliah Kapita Selekta (2006) D3 Rekam Medis dan Informasi
Kesehatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
•
Browsing Internet menggunakan situs www.google.com dengan kata kunci
“sistem informasi kesehatan”, “menejemen informasi kesehatan”, “sistem
informasi”, “sistem informasi rumah sakit”, “menejemen
informasi”, “data dan informasi kesehatan”, dll
• Download file
type *.pdf via situs
• Beberapa situs
yang mendukung, antara lain:
o
http://www.dinkes-dki.go.id/sik.htm
o http://www.depkes.go.id
o
http://www.dinkesjatim.go.id
o
http://www.desentralisasi-kesehatan.net
o
http://www.sikonline.net/index.php?option=content&task=view&id=17
o
http://www.med.usf.edu/CLASS/his.htm
o
http://www.hsc.usf.edu/CLASS/his.htm
o
http://www.amia.org/pubs/symposia/D005614
Tidak ada komentar:
Posting Komentar